SELASA, 12 Maret 2013, konklaf – pemilihan Paus baru pengganti Paus Benediktus XVI – dimulai. Mungkinkah Paus mendatang orang non-Eropa ? Apakah orang Amerika atau Amerika Latin? Afrika atau Asia? Atau, kembali ke tangan putera Eropa?
Setelah Paus Johannes Paulus II dari Polandia dan Paus Benediktus XVI asal Jerman menduduki Takhta Suci, jabatan mulia yang dulu hanya diduduki orang Italia itu, kini terbuka untuk semua bangsa. Tidak lagi memandang asal-usul dan warna kulit. Kulit putih dan hitam sama-sama berpeluang. Terpenting adalah profil kandidat yang diyakini oleh para kardinal yang memilihnya dalam konklaf mendatang, merupakan sosok terbaik untuk memimpin Gereja Katolik universal ke depan.
Pertanyaannya, apakah pengganti Paus Benediktus XVI seorang kulit hitam, atau kulit berwarna? Dua pejabat senior Vatikan baru-baru ini secara gamblang menyebut nama calon pengganti Paus Benediktus XVI dari kawasan Amerika Latin. “Saya kenal banyak uskup dan kardinal dari Amerika Latin, yang pantas mengemban tanggung jawab memimpin Gereja universal,” tutur Uskup Agung Gerhard Mueller yang memimpin Kogregasi Ajaran Iman di Vatikan di masa kepemimpinan Paus Benediktus XVI.
“Gereja universal mengajarkan bahwa Kristianitas tidak berpusat di Eropa,” lanjut uskup agung kelahiran Jerman itu beberapa saat sebelum Natal 2012 , seperti dilansir koran Rheinische Post terbitan Duesseldorf.
Di waktu hampir bersamaan, kardinal asal Swiss, Kurt Koch, presiden Dewan Kepausan untuk Persatuan Umat Kristiani di masa bakti Paus Benediktus XVI, kepada harian Tagesanzeiger di Zurich mengemukakan, masa depan Gereja Katolik bukan di Eropa. “Alangkah baik jika ada kandidat-kandidat dari Amerika Latin, Afrika, atau Asia pada konklaf mendatang,”ungkapnya.
Data statistik menyebutkan, sebanyak 42 persen dari 1.2 miliar umat Katolik di seluruh dunia, tinggal di wilayah Amerika Latin. Menjadi kawasan terbesar yang dihuni umat Katolik, dibandingkan dengan 25 persen yang tinggal di Eropa.
Ada beberapa nama memang dari Amerika Latin yang sangat diunggulkan untuk menjadi Paus baru. Di antaranya, Kardinal Odilo Scherer, uskup agung Sao Paolo, Brasil. Pria berusia 63 tahun ini dipandang sebagai calon terkuat dari Amerika Latin. Ia memimpin sebuah dioses paling besar di negara mayoritas Katolik. Di Brasil ia dipandang konservatif, tetapi diakui sebagai seorang moderat di belahan dunia lain. Satu-satunya persoalan yang bisa mengganjal kansnya menduduki Takhta Suci adalah pertumbuhan gereja Protestan yang begitu cepat di Brasil belakangan ini.
Calon kuat lainnya, Leonardo Sandri dari Argentina. Pria berdarah campuran Italia – Argentina ini berusia 69 tahun. Ia sempat menduduki posisi tertinggi ketiga di Vatikan saat menjadi kepala staf Vatikan tahun 2000-2007. Tapi, ia tidak punya pengalaman pastoral. Dan, jabatan yang didudukinya saat ini sebagai prefek Kongregasi Gereja-gereja Timur bukanlah posisi penting.
Sekitar separo dari kardinal yang mengambil bagian dalam konklaf mendatang berasal dari Eropa. Namun, cuma beberapa nama yang diunggulkan dari kawasan itu. Yang paling favorit, menurut para pengamat Vatikan, adalah Kardinal Angelo Scola dari Milan. Berusia 71 tahun, kardinal Scola seorang ahli bioetik, dan sosok yang sangat mengerti tentang Islam karena ia memimpin yayasan yang mempromosikan hubungan Muslim-Kristen. Tapi, ia dinilai lemah dalam berkomunikasi, salah satu penentu bagi pemimpin Takhta Suci yang karismatik.
Kardinal Gianfranco Ravasi, calon kuat lainnya dari Eropa. Pria asal Italia berusia 70 tahun ini berlaku sebagai ‘menteri’ kebudayaan Vatikan sejak tahun 2007 dan menjadi wakil Gereja di bidang seni, ilmu pengetahun, dan budaya. Tapi, untuk menjadi Paus dibutuhkan sosok gembala yang berpengalaman, dan itu tidak dimiliki Kardinal Ravasi.
Dari Amerika Serikat, nama Kardinal Timothy Dolan diunggulkan. Pria berusia 62 ini ditunjuk sebagai uskup agung New York tahun 2009 oleh Paus Benediktus XVI. Selain sangat vokal, ia humoris dan dinamis. Tapi, para kardinal dalam konklaf sangat hati-hati terhadap “ Paus superpower” dan gayanya yang sering ‘menampar dari belakang’.
Ada pula calon dari Kanada. Yaitu, Kardinal Marc Ouellet yang berusia 68 tahun, kepala Kongregasi Para Uskup di Vatikan. Walau hubungannya di dalam Curia begitu baik, tetapi sekularisme yang begitu subur di kampung halamannya, Quebec, bisa menjadi hambatan.
Siapakah calon dari Asia dan Afrika? Dari Asia, nama Kardinal Luis Tagle sering disebut. Pria asal Filipina berusia 55 tahun ini sangat karismatik. Dalam hal yang satu ini ia sering dibandingkan dengan Mendiang Paus Johannes Paulus II. Ia juga sangat dekat dengan Paus Benediktus XVI setelah keduanya bekerja di Komisi Theologi Internasional. Fans Kardinal muda ini juga banyak. Tapi terbilang baru ia dilantik menjadi kardinal, seumur jagung, pada konsistori November 2012. Para peserta konklaf sangat hati-hati memilih kandidat muda.
Calon terkuat dari kawasan Afrika adalah Kardinal Peter Turkson. Pria asal Ghana berusia 64 tahun ini presiden Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, dan mendukung reformasi finansial dunia. Tapi, dalam sebuah video ia terlihat pernah mengritik Islam, mengundang keraguan bagaimana seharusnya ia memandang Islam jika terpilih menduduki Takhta Suci.
Pastor James Bretzke, profesor teologi moral dari Boston College, Amerika Serikat, mengemukakan, Paus mendatang haruslah lebih muda dan lebih energetik, dan kurang lebih memiliki pemahaman teologi yang sama dengan Paus Benediktus XVI. “Dan, sosok seperti itu sebetulnya ada di Gereja sedang berkembang di kawasan Afrika, Asia dan Amerika Latin,” ungkap Bretzke.
Bretzke sependapat bahwa Kardinal Turkson calon paling favorit dari kawasan Afrika. Ia pun menyebut Kardinal Antonio Tagle dari Filipina sebagai calon paling kuat dari kawasan Asia. “Dia terlalu muda, 55 tahun? Tapi, dia paling dihormati,” Bretzke mengatakan.
Di kawasan Amerika Latin, Bretzke menambahkan satu nama, yaitu Kardinal Jorge Mario Bergoglio — uskup agung Buenos Aires, Argentina.” Ia sangat dihormati di Amerika Latin dan kandidat unggulan dalam konklaf tahun 2005,” ungkap Bretzke.
Sederetan nama calon favorit sudah disebut. Tapi, kepastian akan ditentukan dalam konklaf yang mulai berlangsung hari Selasa mendatang. Ditinjau dari populasi, jumlah umat Katolik di kawasan Afrika dan Asia memang tidak sebanyak di Amerika Latin dan Eropa. Walau begitu, banyak kemungkinan bisa terjadi. Bilamana Roh Kudus bekerja, apa yang menurut manusia tidak mungkin, akan menjadi mungkin. (dari berbagai sumber)