Latest News

Featured
Featured
Recent Posts

Tuesday, October 8, 2019

Paus Mendatang Berkulit Hitam ?


SELASA, 12 Maret 2013, konklaf – pemilihan Paus baru pengganti Paus Benediktus XVI – dimulai. Mungkinkah Paus mendatang  orang non-Eropa ? Apakah orang Amerika atau Amerika Latin? Afrika atau Asia? Atau, kembali ke tangan putera Eropa?
Setelah Paus Johannes Paulus II dari Polandia dan Paus Benediktus XVI asal Jerman menduduki Takhta Suci, jabatan mulia yang dulu hanya diduduki orang Italia itu, kini terbuka untuk semua bangsa. Tidak lagi memandang asal-usul dan warna kulit. Kulit putih dan hitam sama-sama berpeluang. Terpenting adalah profil kandidat yang diyakini oleh para kardinal yang memilihnya dalam konklaf mendatang, merupakan sosok terbaik untuk memimpin Gereja Katolik universal ke depan.
Pertanyaannya, apakah pengganti Paus Benediktus XVI seorang kulit hitam, atau kulit berwarna? Dua pejabat senior Vatikan baru-baru ini secara gamblang menyebut nama calon pengganti Paus Benediktus XVI dari kawasan Amerika Latin. “Saya kenal banyak uskup dan kardinal dari Amerika Latin, yang pantas mengemban tanggung jawab memimpin Gereja universal,” tutur Uskup Agung Gerhard Mueller yang  memimpin Kogregasi Ajaran Iman di Vatikan di masa kepemimpinan Paus Benediktus XVI.
“Gereja universal mengajarkan bahwa Kristianitas tidak berpusat di Eropa,” lanjut uskup agung kelahiran Jerman itu beberapa saat sebelum Natal 2012 , seperti dilansir koran Rheinische Post terbitan Duesseldorf.
Di waktu hampir bersamaan, kardinal asal Swiss, Kurt Koch, presiden Dewan Kepausan untuk Persatuan Umat Kristiani di masa bakti Paus Benediktus XVI, kepada harian Tagesanzeiger di Zurich mengemukakan, masa depan Gereja Katolik bukan di Eropa. “Alangkah baik jika ada kandidat-kandidat dari Amerika Latin, Afrika, atau Asia pada konklaf mendatang,”ungkapnya.
Data statistik menyebutkan, sebanyak 42 persen dari 1.2 miliar umat Katolik di seluruh dunia, tinggal di wilayah Amerika Latin. Menjadi kawasan terbesar yang dihuni umat Katolik, dibandingkan dengan 25 persen yang tinggal di Eropa.
Ada beberapa nama memang dari Amerika Latin  yang sangat diunggulkan untuk menjadi Paus baru. Di antaranya, Kardinal Odilo Scherer, uskup agung Sao Paolo, Brasil. Pria berusia 63 tahun ini dipandang sebagai calon terkuat dari Amerika Latin. Ia memimpin sebuah dioses  paling besar di negara mayoritas Katolik. Di Brasil ia dipandang konservatif, tetapi diakui sebagai seorang moderat di belahan dunia lain. Satu-satunya persoalan yang bisa mengganjal kansnya menduduki Takhta Suci adalah pertumbuhan gereja Protestan yang begitu cepat di Brasil belakangan ini.
Calon kuat lainnya, Leonardo Sandri dari Argentina. Pria berdarah campuran Italia – Argentina ini berusia 69 tahun. Ia sempat menduduki posisi tertinggi ketiga di Vatikan saat menjadi kepala staf Vatikan tahun 2000-2007. Tapi, ia tidak punya pengalaman pastoral. Dan, jabatan yang didudukinya saat ini sebagai  prefek Kongregasi Gereja-gereja Timur bukanlah posisi penting.
Sekitar separo dari kardinal yang mengambil bagian dalam konklaf  mendatang berasal dari Eropa. Namun, cuma beberapa nama yang diunggulkan dari kawasan itu. Yang paling favorit, menurut para pengamat Vatikan, adalah Kardinal Angelo Scola dari Milan. Berusia 71 tahun, kardinal Scola seorang ahli bioetik, dan sosok yang sangat mengerti tentang Islam karena ia memimpin yayasan yang mempromosikan hubungan Muslim-Kristen. Tapi, ia dinilai lemah dalam berkomunikasi, salah satu penentu bagi pemimpin Takhta Suci yang karismatik.
Kardinal Gianfranco Ravasi, calon kuat lainnya dari Eropa. Pria asal Italia berusia 70 tahun ini berlaku sebagai ‘menteri’ kebudayaan Vatikan sejak tahun 2007 dan menjadi wakil Gereja di bidang seni, ilmu pengetahun, dan budaya. Tapi, untuk menjadi Paus dibutuhkan sosok gembala yang berpengalaman, dan itu tidak dimiliki Kardinal Ravasi.
Dari Amerika Serikat, nama Kardinal Timothy Dolan diunggulkan. Pria berusia  62 ini ditunjuk sebagai uskup agung New York tahun 2009 oleh Paus Benediktus XVI. Selain sangat vokal, ia humoris dan dinamis. Tapi, para kardinal dalam konklaf sangat hati-hati terhadap “ Paus superpower” dan gayanya yang sering ‘menampar dari belakang’.
Ada pula calon dari Kanada. Yaitu, Kardinal Marc Ouellet yang  berusia 68 tahun, kepala Kongregasi Para Uskup di Vatikan. Walau hubungannya di dalam Curia begitu baik, tetapi sekularisme yang begitu subur di kampung halamannya, Quebec, bisa menjadi hambatan.
Siapakah calon dari Asia dan Afrika? Dari Asia, nama Kardinal Luis Tagle sering disebut. Pria asal Filipina berusia 55 tahun ini sangat karismatik. Dalam hal yang satu ini ia sering dibandingkan dengan Mendiang Paus Johannes Paulus II. Ia juga sangat dekat dengan Paus Benediktus XVI setelah keduanya bekerja di Komisi Theologi Internasional. Fans Kardinal muda ini juga banyak. Tapi terbilang baru ia dilantik menjadi kardinal, seumur jagung, pada konsistori November 2012. Para peserta konklaf sangat hati-hati memilih kandidat muda.
Calon terkuat dari kawasan Afrika adalah Kardinal Peter Turkson. Pria asal Ghana berusia 64 tahun ini presiden Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, dan mendukung reformasi finansial dunia. Tapi, dalam sebuah video ia terlihat pernah mengritik Islam, mengundang keraguan bagaimana seharusnya ia memandang Islam jika terpilih menduduki Takhta Suci.
Pastor James Bretzke, profesor teologi moral dari Boston College, Amerika Serikat, mengemukakan, Paus mendatang haruslah lebih muda dan lebih energetik, dan kurang lebih memiliki pemahaman teologi yang sama dengan Paus Benediktus XVI. “Dan, sosok seperti itu sebetulnya ada di Gereja sedang berkembang di kawasan Afrika, Asia dan Amerika Latin,” ungkap Bretzke.
Bretzke sependapat bahwa Kardinal Turkson calon paling favorit dari kawasan Afrika. Ia pun menyebut Kardinal Antonio Tagle dari Filipina sebagai calon paling kuat dari kawasan Asia. “Dia terlalu muda, 55 tahun? Tapi, dia paling dihormati,” Bretzke mengatakan.
Di kawasan Amerika  Latin, Bretzke menambahkan satu nama, yaitu Kardinal Jorge Mario Bergoglio — uskup agung Buenos Aires, Argentina.” Ia sangat dihormati di Amerika Latin dan kandidat unggulan dalam konklaf tahun 2005,” ungkap Bretzke.
Sederetan nama calon favorit  sudah disebut. Tapi, kepastian akan ditentukan dalam konklaf yang mulai berlangsung hari Selasa mendatang. Ditinjau dari populasi, jumlah umat Katolik di kawasan Afrika dan Asia memang tidak sebanyak di Amerika Latin dan Eropa. Walau begitu, banyak kemungkinan bisa terjadi. Bilamana Roh Kudus bekerja, apa yang menurut manusia tidak mungkin, akan menjadi mungkin. (dari berbagai sumber)

Paroki gereja Episkopal St Luke di USA, bergabung dengan Gereja Katolik


Satu peristiwa yang bersejarah dan sungguh patut kita syukuri di mana Tuhan berkarya bagi persatuan Gereja, telah terjadi di bulan Oktober 2011 ini. Gereja St. Luke, sebuah paroki Episkopal kecil di kota Bladensburg, Maryland, USA, menjadi gereja Episkopal pertama di Amerika (gereja Episkopal adalah gereja Anglikan yang didirikan di Amerika Serikat), yang bergabung menjadi Gereja Katolik di bawah peraturan Vatikan yang baru, yaitu peraturan yang dimaksudkan untuk merangkul saudara-saudara Kristen non- Katolik yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik.
Peraturan itu adalah dibentuknya sebuah struktur yang disebut dengan Ordinariat Anglikan. Ordinariat adalah suatu badan yang memfasilitasi kemungkinan pengorganisasian komunitas Anglikan yang ingin bergabung dengan Gereja Katolik. Ordinariat dibentuk sesuai dengan ketentuan Konstitusi Apostolik dari Paus Benediktus XVI yang dibuat pada 4 November 2009, yang berjudul Anglicanorum coetibus, yang ringkasannya sudah pernah dimuat di Katolisitas, di sini, silakan klik , atau selengkapnya di link Vatikan, silakan klik
Ordinariat yang dirancang itu membuka jalan kepada penyatuan gereja, sebuah sarana yang mengakui dan memahami kepercayaan akan dasar iman yang sama sambil tetap menghormati warisan liturgis yang dijalankan oleh gereja Anglikan.
Pendeta Mark Lewis, pemimpin jemaat St. Luke sejak tahun 2006, pada hari Minggu 9 Oktober 2011 itu, menanggalkan pakaian kebesarannya sebagai seorang imam Anglikan yang telah dijalaninya seluruh hidupnya, dan menggantinya dengan setelan jas dan dasi seorang awam. Ia duduk bersama umat gereja St. Luke di dalam Crypt Church di Basilika National Shine of the Immaculate Conception, Washington.
Kardinal Donald W. Wuerl, Uskup Agung Keuskupan Agung Washington, yang memimpin Misa penyatuan gereja St. Luke ke dalam Gereja Katolik di hari Minggu itu menyebut momen yang historis ini sebagai “suatu momen penyatuan yang penuh sukacita.” Kardinal mengatakan bahwa Keuskupan Agung Washington menghargai keterbukaan komunitas gereja St Luke terhadap bimbingan Roh Kudus di dalam perjalanan iman mereka.
Kardinal Wuerl telah terus mendukung proses transisi gereja ini yang telah dilakukan secara intensif sejak bulan Juni tahun ini, sebagaimana juga Uskup Episkopal, John Bryson Chane dari Washington.
“Saya sungguh merasa bersyukur secara mendalam kepada Kardinal dan kepada Uskup Chane atas dukungan mereka sepanjang proses permenungan untuk bergabung ini,” kata Pdt Lewis. “Kami juga mengharapkan untuk melanjutkan liturgi kami dalam tradisi Anglikan, sementara pada saat yang bersamaan menjadi satu kesatuan yang penuh dengan Tahta Suci Santo Petrus.”
Uskup Chane mengatakan bahwa proses transisi telah dicapai ‘di dalam semangat kepekaan pastoral dan saling menghormati.’ “Umat Kristiani berpindah dari satu gereja ke gereja lain dalam frekuensi yang jauh lebih tinggi daripada di masa lalu, kadang sebagai individu, kadang dalam kelompok. Saya gembira telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual umat dan iman gereja St. Luke dalam suatu jalan yang menghormati tradisi dan kebijakan kedua belah pihak gereja”, Uskup Chane mengatakannya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Keuskupan Agung Washington.
Hal-hal berkaitan dengan moral dan teologi telah memecah kesatuan komunitas Anglikan khususnya mengenai otoritas Injil, pentahbisan kaum homseksual dan wanita sebagai imam dan uskup, serta hal-hal yang berkaitan dengan moralitas seksual.
Pendeta Lewis, dalam sebuah suratnya kepada rekan-rekannya yang dimuat dalam website paroki, menjelaskan bahwa keputusannya untuk bergabung dengan Ordinariat bukan karena semata-mata keinginan untuk meninggalkan Anglikanisme, tetapi lebih karena kerinduannya untuk memasuki persatuan yang penuh dengan Tahta Suci Vatikan.
“Debat dalam tubuh gereja Episkopal dan komunitas Anglikan mengarah kepada lemahnya otoritas apostolik Anglikan dalam mempertahankan iman, menjaga persatuan, dan menyelesaikan aneka persoalan,” kata Pendeta Lewis lebih lanjut. Ia dan istrinya, Vickey, telah selalu berdoa dan mempelajari semua permasalahan ini dan mengatakan bahwa “hati kami semakin bergerak mendekat kepada Roma.”
Patrick Delaney, seorang pemimpin awam paroki tersebut yang berasal dari Mitchellville, juga menyebut permasalahan seputar otoritas gereja. “Di dalam gereja Episkopal, uskup-uskup di suatu tempat mengatakan satu hal dan di tempat lain mengatakan hal yang lain,” katanya kepada Washington Post. “ Itulah simpul permasalahannya. Setiap uskup mempunyai kerajaannya sendiri-sendiri.” Umat telah lama merindukan suatu otoritas religius tunggal yang jelas. Dia dan umat lainnya di St Luke mengatakan bahwa mereka sangat antusias untuk mendukung penyatuan kembali gereja Anglikan ke dalam Gereja Katolik, di mana Anglikanisme memisahkan diri di tahun 1500-an. “Saya merasa semua ini mengagumkan,” kata Delaney. “Rasanya seperti memperbaiki sejarah yang telah berumur 500 tahun,” ia berharap semakin banyak usaha untuk menjembatani perpecahan yang terjadi dalam Gereja yang telah diawali dengan Reformasi Protestan di abad ke-16. Lebih lanjut ia mengatakan, “Saya merasa seperti terbang di awan,” katanya. Bagaimana perbedaan menjadi seorang Katolik? “Saya tidak tahu apakah ada suatu perasaan yang dapat dinyatakan dengan jelas,” katanya, “selain dari rasa sukacita dan perasaan bersemangat serta tanggung jawab yang serius dari semua ini. Tetapi saya tahu bahwa saya telah menjadi orang yang berbeda sekarang.”
Pdt. Lewis mengatakan bahwa parokinya telah lama menjalankan berbagai praktek iman Katolik, namun kini ia telah memesan patung Bunda Maria yang lebih besar. Mereka merencanakan memberikan lebih banyak pengajaran mengenai berdoa Rosario dan menerima Sakramen Pengakuan Dosa, karena cukup banyak umat St. Luke yang masih perlu dibantu untuk membiasakan diri dengan hal-hal tersebut.
Pendeta Lewis memohon dukungan dan doa saat dia dan umat St. Luke berupaya untuk mempertahankan warisan Anglikan dengan kesatuan dalam Personal Ordinariate dari Gereja Katolik Roma.
Kurang lebih seratus umat dari paroki gereja St Luke, Maryland – paroki yang telah berumur 58 tahun – mendapat pengesahan untuk masuk menjadi anggota Gereja Katolik. Satu per satu, tua dan muda, orang kulit putih maupun kulit hitam, diberkati oleh Kardinal Wuerl, di dalam Misa yang dipenuhi oleh tepuk tangan sukacita.
Osita Okafor, seorang pria imigran Nigeria yang berusia 56 tahun, mendapati dirinya berada di barisan paling depan di hadapan Kardinal Wuerl untuk upacara pemberkatan. Reaksinya? “Oh, Tuhanku, pastilah aku sangat diberkati.” Seperti juga kebanyakan umat gereja St. Luke, Okafor adalah imigran dari Afrika, yaitu Nigeria. Juga banyak umat yang berasal dari Karibia.
Lewis, sang pendeta, diberkati terakhir sebagai suatu makna simbolis. “Seorang gembala yang baik harus memastikan bahwa semua kawanannya sudah selamat melewati pintu,” ujar Lewis.
Kemudian, sebagaimana dilakukan umat Katolik pada hari Minggu, mereka menyatakan di hadapan seluruh umat bahwa mereka “percaya dan mengakui bahwa segala sesuatu yang diimani, diajarkan, dan dinyatakan oleh Gereja Katolik adalah hikmat yang dinyatakan oleh Allah”.
“Selama ini kami telah menempatkan diri kami lebih dekat dengan teologi Katolik daripada teologi Protestan”, kata Lewis. “Jika Anda bukan seorang pelajar dari sebuah pendidikan teologi, Anda akan melihat bahwa sebenarnya tidak ada yang benar-benar berubah. Kejadian yang sebenarnya terjadi di dalam batin. Menjadi seorang Katolik Roma adalah sebuah perkembangan alamiah dari iman kami.”
Suatu perubahan yang cukup tampak terjadi di bulan Juni, yaitu penambahan kata-kata “untuk Benediktus, Paus kami,” di dalam doa-doa gereja St. Luke.
Umat paroki St. Luke ini akan kembali ke Bladensburg untuk merayakan Misa mereka sendiri hari Minggu depan; di mana Misa itu akan dipersembahkan oleh Mgr. Keith Newton, seorang imam Katolik yang dulu adalah seorang uskup Anglikan, yang kini mengepalai Personal Ordinariate dari Inggris dan Wales – ordinariat pertama yang didirikan setelah diterbitkannya konstitusi apostolik oleh Paus Benediktus XVI.
Lewis – yang Kardinal Wuerl memanggilnya “Pendeta Mark Lewis” di awal Misa pemberkatan itu, dan kemudian menjadi hanya “Mark Lewis” di akhir Misa, sedang mempersiapkan diri untuk menjadi seorang imam Katolik. Namun bahkan dengan proses yang dipercepat, proses itu akan memakan waktu berbulan-bulan sebelum ia dapat ditahbiskan. Atas ijin Paus memang pendeta Anglikan seperti Pdt. Lewis yang menikah dan yang sudah menjadi pendeta Anglikan sebelum penggabungan, dapat ditahbiskan menjadi imam Katolik. Namun selanjutnya, para seminarian (calon imam) berikutnya dari tradisi Anglikan ini akan mengikuti tradisi Katolik, yaitu hidup selibat sebagai imam (tidak menikah) bagi Kerajaan Allah.
Kardinal Wuerl akan mengumumkan dalam pertemuan para uskup seberapa besar minat yang telah ia temukan terhadap dibentuknya Ordinariat Amerika. Para otoritas berpikir bahwa minat itu sudah cukup tinggi untuk mereka membuat sebuah Ordinariat Amerika untuk para Anglikan yang akan berpindah ke Katolik, demikian Washington Post melaporkan.
Sampai sebuah Ordinariat resmi dibentuk untuk Amerika, umat St. Luke akan berada di bawah pengelolaan Keuskupan Agung Washington.
Pastor R. Scott Hurd, seorang Anglikan yang telah berpindah menjadi Katolik dan adalah asisten Kardinal Wuerl untuk melayani paroki-paroki Anglikan yang ingin bergabung dengan Gereja Katolik, akan memimpin St. Luke sampai Lewis siap. Ia juga mengkoordinasi pelaksanaan kelas-kelas pengajaran bagi komunitas St. Luke untuk menerangkan berbagai terminologi dasar dari iman Katolik.
Papan nama di depan gereja St. Luke yang semula bertuliskan “Paroki Anglikan St. Luke” telah dihapus dan sementara dibiarkan kosong, menantikan nama baru untuknya.
Mari kita bersyukur memanjatkan pujian kepada Allah Bapa di Surga atas peristiwa ini. Semoga semangat persatuan, perdamaian, dan persaudaraan sejati terus berkumandang di seluruh bumi dan menyatukan anak-anak-Nya dalam kesatuan kasih-Nya yang kekal, di dalam Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Dan mudah-mudahan kita sendiri sebagai umat Katolik makin bersemangat untuk mendalami dan mencintai iman kita kepada Tuhan dalam Gereja-Nya yang kudus, serta terus berjuang mempraktekkan iman dan kasih itu secara nyata dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sumber:
Catholic News Agency, klik di link ini
Washington Post, klik di link ini
Diterjemahkan dan disarikan oleh:
Triastuti- katolisitas.org

Fakta Menarik Seputar Konklaf


VATIKAN – Pemilihan Paus baru pengganti  Paus Benediktus XVI tengah berlangsung di Kapel Sistina, Vatikan. Sebanyak 115 Kardinal Pemilih mengambil bagian konklaf  kali ini. Berikut ini kronologi singkat konklaf di zaman modern dan berbagai fakta menarik yang terjadi pada setiap pemilihan Paus baru berlangsung.
*Sepanjang sejarah Gereja Katolik, pemilihan Paus paling lama berlangsung di Viterbo, Italia, tahun 1268. Pemilihan yang berakhir dengan terpilihnya Paus Gregorius X  berlangsung selama dua tahun.
*Dalam sejarah modern, konklaf terlama terjadi tahun 1740 saat Paus Benediktus XIV terpilih. Konklaf berlangsung 181 hari, dari 18 Februari hingga 17 Agustus. Sebanyak 51 kardinal mengambil bagian dalam pemungutan suara putaran terakhir, setelah empat kardinal lainnya meninggal dunia saat konklaf berlangsung.
*Tahun 1758, konklaf yang memilih Klemens XIII sebagai Paus, berlangsung dari 15 Mei hingga 6 Juli, 53 hari. Konklaf diikuti 45 Kardinal Pemilih, tetapi satu kardinal absen di akhir pemilihan, meninggalkan konklaf karena sakit.
*Tahun 1769, Paus Klemens XIV terpilih setelah konklaf berlangsung selama 94 hari, dari 15 Februari hingga 19 Mei 1769. Konklaf iikuti 46 Kardinal Pemilih.
*Tahun 1774, konklaf yang memilih Paus Pius VI berlangsung selama 133 hari, dari 5 Oktober1774 sampai 15 Februari 1775. Konklaf diikuti 46 Kardinal Pemilih, tetapi dua dari mereka meninggal dunia saat proses pemilihan masih berlangsung.
*Konklaf yang memilih Paus Pius VII berlangsung di Valencia, Spanyol, karena Roma diduduki pasukan yang dipimpin Napoleon. Konklaf berlangsung dari 1 Desember 1799 hingga 14 Maret 1800. Itulah konklaf terakhir yang berlangsung di luar Roma, dan jumlah Kardinal Pemilih saat itu 34 orang.
*Tahun 1823, Paus Leo XII terpilih setelah konklaf berlangsung selama 27 hari, dari tanggal 2 September hingga 28 September 1823. Konklaf diikuti 49 Kardinal Pemilih.
*Tahun 1829, konklaf yang memilih Paus Pius VIII berlangsung 36 hari, dari 24 Februari hingga 31 Maret 1829. Jumlah Kardinal Pemilih sebanyak 50 orang.
*Pada konklaf tahun 1831, kardinal  yang bukan uskup terpilih jadi  Paus Gregorius XVI. Konklaf berlangsung 51 hari, dari tanggal 14 Desember 1830 hingga 2 Februari 1831, diikuti 45 Kardinal Pemilih.
*Konklaf yang berlangsung tahun 1846, saat Paus Pius IX terpilih, berlangsung 3 hari, dari tanggal 14 hingga 16 Juni 1846.
*Ketika Paus Leo XIII terpilih tahun 1878, konklaf juga berlangsung 3 hari, dari tanggal 18 hingga 20 Februari 1878. Sebanyak 61 Kardinal Pemilih mengambil bagian dalam konklaf. Fakta menarik lainnya, ini konklaf pertama yang diikuti kardinal dari Amerika. Kardinal yang dimaksud adalah Kardinal John McCloskey, uskup agung New York, menjadi kardinal non –Eropa pertama yang mengambil bagian dalam pemilihan Paus. Tapi, karena ia datang terlambat, maka haknya dialihkan kepada Kardinal James Gibbons, uskup agung Baltimore, Maryland, pada konklaf berikutnya.
*Pada tahun 1903  Paus Pius X terpilih dalam konklaf yang diikuti oleh 64 Kardinal Pemilih. Konklaf berlangsung 5 hari, dari 31 Juli hingga 4 Agustus.
*Tahun 1914, konklaf yang memilih Paus Benediktus XV berlangsung 4 hari, dari tanggal 31 Agustus hingga 3 September. Diikuti 57 Kardinal Pemilih dalam 10 putaran pemilihan suara. Tiga Kardinal Pemilih asal Amerika Latin dilarang masuk Kapel Sistina, karena tiba terlambat. Hanya satu kardinal Amerika Latin yang bisa mengikuti konklaf, yakni Kardinal Joaquim Arcoverde de Albuquerque Cavalcanti, uskup agung Sao Sebastiao do Rio de Janeiro, Brasil. Itulah kali pertama kardinal asal Amerika Latin mengambil bagian dalam konklaf.
*Tahun 1922, pada konklaf yang memilih Paus Pius XI, jumlah Kardinal Pemilih sebanyak 53 orang. Pemilihan berlangsung lima hari, dari tanggal 2 hingga 6 Februari 1922. Lagi-lagi dua kardinal asal Amerika dan satu kardinal dari Kanada gagal mengikuti konklaf karena datang terlambat. Setelah terpilih, Paus Pius XI menetapkan konklaf berlangsung 15 hari setelah Sede Vacante, untuk memberi  waktu yang cukup bagi para kardinal datang ke Roma.
*Pada konklaf tahun 1939 yang memilih Paus Pius XII, Patriarch dari ritus Timur mengambil bagian dalam pemilihan Paus untuk pertama kalinya. Konklaf berlangsung  2 hari, tanggal 1 dan 2 Maret 1939. Konklaf diikuti 62 Kardinal Pemilih dan pemungutan suara berlangsung dalam tiga putaran.
*Dalam konklaf tahun 1958 saat Paus Yohannes XXIII terpilih, kardinal dari China, India, dan Afrika mengambil bagian untuk pertama kalinya. Konklaf berlangsung 4 hari, dari tanggal 25 hingga 28 Oktober. Jumlah Kardinal Pemilih sebanyak 51 orang, dan pemungutan suara berlangsung dalam 11 putaran.
*Tahun 1963, konklaf berlangsung 3 hari, dari tanggal 19 hingga 21 Juni. Konklaf diikuti 80 Kardinal Pemilih, dan pemungutan suara berlangsung 11 putaran.
*Tahun 1970, Paus Paulus VI menetapkan, kardinal yang berusia lebih dari 80 tahun di  hari seorang Paus wafat, tidak boleh ikut konklaf.  Ketentuan itu mulai berlaku  dalam konklaf tahun 1978.  Konklaf yang berhasil memilih Paus Yohannes Paulus I itu berlangsung 2 hari, dari tanggal 25 hingga 26 Agustus 1978. Diikuti 111 Kardinal Pemilih, pemungutan suara berlangsung dalam empat putaran.
*Tahun 1978, dalam konklaf yang memilih Paus Yohannes Paulus II – menggantikan Paus Yohannes Paulus I yang meninggal dunia setelah  menduduki Takhta  Suci cuma 33 hari – proses pemilihan berlangsung 3 hari, tanggal 14 hingga 16 Oktober. Konklaf diikuti 111 Kardinal Pemilih dan pemungutan suara berlangsung dalam 8 putaran.
*Tahun 2005, ketika Paus Benediktus XVI terpilih dalam pemungutan suara empat putaran, konklaf berlangsung 2 hari, dari tanggal 18 dan 19 April 2015. Jumlah Kardinal Pemilih mencapai rekor tertinggi, 115 orang.
*Konklaf tahun 2013 yang berlangsung sejak 12 Maret 2013 merupakan konklaf pertama sejak tahun 1829 yang berlangsung dalam masa Pra-Paskah.Konklaf diikuti 115 Kardinal Pemilih. Seharusnya, jumlah Kardinal Pemilih 117 orang. Tapi, kardinal dari Indonesia, Kardinal Julius Darmaatmadja, berhalangan karena kondisi kesehatan sangat menurun. Sedangkan, kardinal asal Skotlandia, Keith O’Brien absen karena diduga terlibat skandal  pelecehan seksual. (Reuters)


Source : katolisitas.org

Paus Fransiskus Serukan Persahabatan Antaragama


VATIKAN – Paus Fransiskus menyerukan “persahabatan dan rasa respek” di antara semua agama dan kepercayaan di dunia. Pernyataan ini disampaikan Paus dalam pertemuan dengan perwakilan agama-agama besar dunia di Vatikan, Rabu, 20 Maret 2013.
Gereja Katolik Roma, lanjut Paus, akan terus mempromosikan persahabatan dan rasa saling menghormati antara semua pemeluk agama. “Kita bisa berbuat banyak untuk mereka yang miskin, mereka yang lemah, mereka yang menderita, serta mempromosikan rekonsiliasi dan perdamaian,” ujar Paus Fransiskus.
Para tokoh agama dari Kristen Ortodoks, Yahudi, dan Islam hadir dalam pertemuan yang digelar sehari setelah Paus Fransiskus dilantik. “Semua agama harus bersatu untuk melawan hal paling berbahaya saat ini, yaitu menilai manusia dari apa yang mereka produksi dan konsumsi,”  Paus asal Argentina itu menambahkan.
Lebih lanjut, Paus mengatakan, dia juga merasakan “kedekatan” dengan orang-orang yang mengaku tak beragama, tetapi sedang mencari kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Yang semuanya, tambah Paus, ada dalam diri Tuhan.
Paus Fransiskus mengikuti pendahulunya, Paus Benediktus XVI, mengatakan bahwa “upaya menghilangkan Allah dan keilahian-Nya dari pikiran manusia” sering menimbulkan bencana kekerasan. Tapi, Paus  Fransiskus, yang bersikap rendah hati sejak terpilih pada 13 Maret, menambahkan bahwa kaum atheis dan umat beriman dapat menjadi “sekutu yang berharga” dalam upaya mereka “membela martabat manusia, membangun sebuah koeksistensi damai di kalangan masyarakat serta melindungi ciptaan.”
“Saya sangat menghargai kehadiran Anda semua dan saya melihat ini sebagai sebuah tanda saling respek dan kerja sama untuk kebaikan manusia,” kata Paus kepada para tokoh agama yang hadir di Vatikan.

Kepada denominasi Kristen lainnya, Paus menegaskan, dia tetap akan melanjutkan dialog dengan mereka. Sebelumnya, Paus Fransiskus bertemu secara pribadi dengan pemimpin spiritual dari Gereja Ortodoks Timur, Patriark Bartholomeus dari Konstantinopel. Menurut Patriark Konstantinopel, Bartholomeus dan Paus Fransiskus merencanakan kunjungan ke Yerusalem  tahun 2014 untuk menandai ulang tahun ke-50 pertemuan tahun 1964 antara Paus Paulus VI dan Patriark Athenagoras. Bartholomeus menghadiri pelantikan Paus Fransiskus pada  Selasa, 19 Maret 2013, Patriark pertama untuk melakukannya dalam lebih dari 900 tahun.
Paus Fransiskus juga menekankan “ikatan spiritual yang sangat khusus” antara Katolik dan Yahudi. “Tidak ada keraguan bahwa hubungan Katolik-Yahudi akan menjadi kekuatan lebih besar selama masa kepausan Paus Fransiskus,” kata Rabbi David Rosen, direktur Internasional Urusan Antaragama dari Komite Yahudi Amerika, setelah bertemu dengan Paus Fransiskus.(Reuters)

Aku menginginkan Gereja yang papa dan berpihak pada kaum papa!


Dalam pertemuan dengan lebih dari 6000 jurnalis di ruangan Paulus VI, tanggal 16 Maret 2013 silam, Paus Fransiskus berpesan demikian kepada mereka:
Sahabat yang terkasih, saya senang dapat bertemu dengan kalian, di awal pelayanan saya di Takhta Santo Petrus, yang sudah bertugas di Roma di saat – saat yang sangat sibuk ini yang dimulai dengan pengumuman yang mengagetkan dari pendahulu saya yang saya hormati Benediktus XVI pada tanggal 11 Februari yang lalu. Saya menyambut setiap dari kalian dengan hangat.
Peran dari media massa terus menerus berkembang akhir – akhir ini begitu pesatnya, hingga menceritakan hal – hal bersejarah yang terjadi pada saat ini kepada dunia menjadi hal yang penting. Oleh karena itu, saya sangat berterima kasih atas pelayanan kalian yang luar biasa beberapa hari ini. Bukankah kalian masih punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan? Saat semua mata umat Katolik di dunia dan tidak hanya mereka tertuju pada Kota Abadi (red-Vatikan), khususnya tempat ini yang memiliki kubur Santo Petrus sebagai poin pentingnya. Dalam beberapa minggu belakangan ini kalian mendapatkan kesempatan untuk berbicara mengenai Takhta Suci, Gereja, ritual – ritualnya dan tradisinya, imannya, dan khususnya peran Paus dan pelayanannya.
Terima kasih yang sepenuh hati saya tujukan untuk mereka yang telah mampu untuk mengamati dan menyajikan peristiwa – peristiwa dalam sejarah Gereja ini dengan tetap mengingat dalam pikiran bahwa cara pandang yang paling adil untuk membaca cerita tersebut adalah dengan iman. Peristiwa – peristiwa bersejarah hampir selalu memerlukan bacaan yang kompleks dan terkadang dapat juga melibatkan dimensi iman. Peristiwa gerejani tentunya juga tidak lebih kompleks dibandingkan dengan peristiwa politik atau ekonomi. Tetapi mereka mempunyai satu ciri yang sangat mendasar: peristiwa gerejani seringkali tidak menjawab logika duniawi dan karena alasan inilah mengapa tidak mudah untuk menginterpretasikan dan mengkomunikasikan mereka kepada khalayak ramai. Pada kenyataannya, Gereja, walaupun tentunya juga institusi yang dijalankan oleh manusia dan dengan segala sejarahnya, tidak memiliki sifat politik melainkan spiritual; ia adalah umat Allah, umat kudus Allah yang berjalan menuju perjumpaan dengan Yesus Kristus. Hanya dengan menempatkan diri dalam perspektif inilah seseorang dapat menjelaskan secara gamblang bagaimana Gereja Katolik bekerja.
Kristus adalah Gembala Gereja, tetapi kehadiran-Nya dalam sejarah bergerak melalui kebebasan manusia. Di antaranya, seseorang dipilih untuk melayani sebagai wakil-Nya, penerus Rasul Petrus, tetapi Kristus adalah pusat, sumber dasar, jantung dari Gereja. Tanpa-Nya, baik Petrus maupun Gereja tidak akan ada atau tidak punya alasan untuk ada. Seperti yang sering dikatakan Benediktus XVI, Kristus hadir dan memimpin Gereja-Nya. Dalam segala hal yang telah terjadi, protagonisnya tentu saja, Roh Kudus. Ia yang telah mengilhami keputusan Benediktus XVI demi kebaikan Gereja; Ia yang telah membimbing para kardinal dalam doa – doa dan pilihan mereka. Sahabat – sahabat, penting untuk memasukkan sudut pandang ini dalam laporan kalian, sudut pandang hermeneutika, untuk membawa inti peristiwa – peristiwa beberapa hari ini ke fokusnya.
Dari hal ini, lahirlah di atas segalanya, sebuah rasa terima kasih yang terbarukan dan sangat tulus akan usaha kalian khususnya dalam hari-hari yang menantang ini, tetapi juga sebuah undangan bagi kalian untuk selalu mencari dan untuk lebih mengenal sifat Gereja yang sebenarnya dan motivasi spiritual yang membimbingnya dan itu adalah cara yang paling otentik untuk memahaminya. Yakinlah bahwa Gereja, pada bagiannya, sangat memperhatikan kerja kalian yang berharga. Kalian memiliki kemampuan untuk mengumpulkan dan mengekspresikan harapan-harapan dan kebutuhan-kebutuhan pada masa ini, yang memberikan elemen-elemen yang dibutuhkan untuk membaca realita. Seperti banyak profesi lainnya, pekerjaan kalian membutuhkan pembelajaran, sensitivitas, dan pengalaman, tetapi pekerjaan kalian mengandung di dalamnya perhatian yang sangat spesial terhadap kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Hal inilah yang secara khusus membuat kita dekat karena Gereja hadir untuk mengkomunikasikan Kebenaran, Kebaikan, dan Keindahan ‘dalam diri manusia’. Jelaslah bahwa kita semua dipanggil tidak untuk mengkomunikasikan diri kita sendiri melainkan tiga sekawan kehadiran kita ini yang membentuk kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Beberapa orang tidak tahu mengapa Uskup Roma ingin menamai dirinya sendiri ‘Fransiskus’. Beberapa berpikir Santo Fransiskus Xaverius, Santo Fransiskus de Sales, juga Santo Fransiskus Assisi. Saya akan berbagi satu cerita. Saat pemilihan, saya duduk di sebelah Uskup Agung Emeritus dari Sao Paulo. Dia juga Prefek Emeritus dari Kongregasi untuk Klerus, Cardinal Claudio Hummes, OFM. Seorang sahabat yang sangat terkasih. Saat situasi menjadi sedikit ‘berbahaya’, dia menenangkan saya. Dan kemudian, saat penghitungan suara mencapai 2/3, ada tepuk tangan yang biasa dilakukan saat Paus sudah terpilih. Dia memeluk saya dan berkata, “Jangan lupakan kaum papa.” Dan kata-kata itu tersangkut di sini (sambil menunjuk jidat); orang miskin, kaum papa. Dan, sejenak kemudian sehubungan dengan orang miskin saya terpikir Fransiskus dari Asisi. Kemudian saya terpikir mengenai perang, saat penghitungan masih berlanjut sampai selesai. Kemudian nama itu muncul di hati: Fransiskus Asisi. Bagi saya dia adalah manusia yang hidup miskin, yang cinta damai, yang mencintai dan menjaga semua ciptaan. Di saat ini di mana hubungan kita dengan ciptaan tidak terlalu baik kan? Dia adalah orang yang memberikan kita roh kedamaian, manusia miskin ini…Oh, betapa aku menginginkan Gereja yang papa dan berpihak pada kaum papa!
Saya mendoakan yang terbaik untuk kalian, saya berterima kasih atas segala hal yang telah kalian lakukan. Dan saya memikirkan pekerjaan kalian: semoga kalian bekerja dengan efektif dan dengan penuh damai dan terus mengenal lebih baik lagi Injil Yesus Kristus dan kenyataan Gereja. Saya mempercayakan kalian pada perantaraan Perawan Maria yang terberkati, Bintang evangelisasi. Saya mendoakan yang terbaik untuk kalian dan keluarga kalian, untuk masing – masing keluarga, dan dengan sepenuh hati saya memberkati kalian.
Sebelumnya saya mengatakan bahwa dengan sepenuh hati saya memberkati kalian. Banyak dari kalian yang bukan Katolik, sebagian juga tidak percaya Tuhan. Dari hati saya, saya memberkati kalian dalam hati untuk masing – masing dari kalian sebagai penghormatan akan pilihan kalian masing-masing, tetapi ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah anak-anak Allah: Semoga Allah memberkati kalian.
Paus Fransiskus.
16 Maret 2013

Source : katolisitas.org

Paus Fransiskus: Para Wanita Merupakan Pewarta Kebangkitan yang Pertama


Kebangkitan, inti dari ajaran Kristen, dan dua cara hal tersebut dinyatakan – pengakuan iman dan narasi – merupakan tema yang diangkat Paus Fransiskus untuk kembali ke katekese Tahun Iman di audiensi umum pagi ini.
Seperti sudah menjadi kebiasaannya, Bapa Suci mengelilingi Lapangan Santo Petrus dengan menggunakan Jeep putih yang terbuka atasnya untuk menyapa lusinan ribu orang yang ingin bertemu dengannya, banyak dari mereka menempatkan bayi mereka ke depan sehingga ia bisa memeluk mereka dalam lengannya. Setelah sambutan hangat kepada para umat, Paus berdoa dengan mereka yang hadir dan, setelah memberi mereka ucapan “selamat pagi!”, Ia memulai katekese dengan kutipan dari Surat Pertama St Paulus kepada jemaat di Korintus: “jika Kristus tidak dibangkitkan, imanmu adalah sia-sia “.
“Sayangnya,” katanya, “sering ada upaya untuk mengaburkan iman akan Kebangkitan Yesus dan keraguan telah merayap masuk bahkan di antara orang percaya itu sendiri. Iman kita ‘dilunturkan’, kita bisa mengatakan, iman kita tidak kuat. Kadang-kadang hal ini disebabkan kedangkalan, kadang-kadang karena ketidakpedulian, karena kita sibuk dengan ribuan hal lain yang tampak lebih penting daripada iman kita, atau bahkan karena kita memiliki pandangan yang terbatas akan kehidupan. Tapi justru Kebangkitanlah yang menawarkan kita harapan terbesar, karena membuka hidup kita dan kehidupan dunia kepada masa depan bersama Allah yang kekal, kepada kebahagiaan yang utuh, kepada kepastian bahwa kejahatan, dosa, dan kematian bisa ditaklukkan. Hal ini membuat kita dapat menjalani kehidupan sehari-hari kita dengan lebih percaya diri, untuk menghadapi mereka dengan berani dan penuh komitmen. Kebangkitan Kristus memancarkan cahaya baru pada realitas kita sehari-hari. Kebangkitan Kristus adalah kekuatan kita! “
Berlanjut ke penjelasan mengenai dua cara bahwa kebenaran Kebangkitan dikabarkan dalam Perjanjian Baru, Paus Fransiskus pertama-tama berbicara mengenai pengakuan iman, yaitu, rumusan singkat yang mengekspresikan inti dari iman. Contoh tersebut dapat ditemukan dalam Surat kepada jemaat di Korintus atau Surat kepada jemaat di Roma di mana St Paulus menulis: “jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, kamu akan diselamatkan” (Rom 10:9). Dari langkah-langkah awal Gereja, iman akan Misteri Kematian Yesus dan Kebangkitan-Nya sudah tegas dan jelas. “
Namun, Paus lebih suka menekankan saksi yang mengambil bentuk cerita, mengingat di atas semua itu, dalam kesaksian – keaksian ini, para perempuanlah yang menjadi saksi pertama. Merekalah orang-orang yang, saat fajar, pergi ke kubur untuk meminyaki tubuh Yesus dan menemukan tanda pertama: kubur yang kosong. Mereka kemudian bertemu utusan ilahi yang memberitahu mereka: Yesus dari Nazaret, Yang Tersalib, tidak ada di sini. Dia telah bangkit.
“Para wanita,” ia menegaskan, “didorong oleh cinta dan tahu bagaimana menyambut pernyataan ini dengan iman. Mereka percaya dan dengan segera mereka menyebarkan [kabar tersebut]. Mereka tidak menyimpannya untuk diri mereka sendiri tetapi menyampaikannya. Mereka tidak dapat membendung rasa sukacita mengetahui bahwa Yesus hidup, harapan yang mengisi hati mereka. Hal ini juga harus terjadi dalam hidup kita. Kita harus merasakan sukacita menjadi orang Kristen! Kita percaya akan Dia yang bangkit yang telah menaklukkan kejahatan dan kematian! Kita harus memiliki keberanian untuk ‘keluar’ untuk membawa sukacita dan cahaya ini ke semua aspek kehidupan kita. Kebangkitan Kristus adalah kepastian terbesar kita. Ini adalah harta kita yang paling berharga! Bagaimana mungkin kita tidak berbagi harta ini, kepastian ini, dengan orang lain? Hal ini tidak hanya ditujukan bagi kita: hal ini harus diwartakan, untuk diberikan kepada orang lain, untuk dibagi dengan orang lain. Inilah tepatnya kesaksian kita. “
Paus Fransiskus mencatat unsur lain dari pengakuan iman dalam Perjanjian Baru: bahwa hanya laki-laki yang dicatat sebagai saksi Kebangkitan, yaitu para Rasul tanpa para wanita. “Hal ini dikarenakan,” jelasnya, “menurut hukum Yahudi waktu itu, wanita dan anak-anak tidak bisa memberikan kesaksian yang dapat diandalkan dan dipercaya. Namun dalam Injil, perempuan memiliki peran utama yang mendasar. Kita bisa lihat di sini argumen yang mendukung kebenaran sejarah Kebangkitan. Jika hal ini adalah hasil rekayasa, dalam konteks pada masa itu, hal tersebut tidak akan dihubungkan dengan kesaksian para perempuan. Namun, para pengarang Injil menceritakan secara gamblang apa yang terjadi: para wanitalah yang menjadi saksi pertama. Hal ini mengatakan bahwa pilihan Allah tidak dibuat berdasarkan kriteria manusia. Para saksi pertama dari kelahiran Yesus adalah para gembala, orang-orang sederhana dan rendah hati. Para saksi pertama kebangkitan adalah perempuan. Ini indah. Dan ini adalah bagian kecil dari misi para perempuan, para ibu dan wanita: menjadi saksi bagi anak-anak mereka dan cucu mereka bahwa Yesus hidup. Dialah yang Hidup. Dialah yang Bangkit. Para ibu dan perempuan, majulah menjadi saksi kabar ini! Karena bagi Allah, yang terpenting adalah hati kita. “
“Hal ini juga membawa kita untuk merenungkan bagaimana perempuan, dalam Gereja dan dalam perjalanan iman, telah dan pada hari ini masih memiliki peran yang unik dalam membukakan pintu bagi Tuhan, dalam mengikuti Dia dan menyampaikan wajahNya, karena melihat dengan iman selalu memerlukan tatapan kasih, yang sederhana dan mendalam. Hal ini lebih sulit bagi para rasul dan murid-murid untuk percaya: tidak untuk wanita. Petrus berlari ke makam, namun berhenti di depan makam kosong itu. Thomas butuh menyentuh luka pada tubuh Yesus dengan tangannya sendiri. Bahkan dalam perjalanan iman kita, sangatlah penting untuk mengetahui dan merasakan bahwa Allah mengasihi kita, tidak perlu takut untuk mencintainya: iman diakui dengan mulut dan dengan hati, dengan kata-kata dan dengan cinta “.
Bapa Suci mengingatkan bahwa, setelah penampakan kepada para wanita, ada penampakan yang lain di mana Yesus menghadirkan diri-Nya dalam cara yang baru. “Dia adalah Yang Tersalib namun tubuh-Nya mulia. Dia tidak kembali ke kehidupan duniawi-Nya, melainkan dalam kondisi baru. Pada awalnya mereka tidak mengenaliNya dan hanya melalui kata-kata dan perbuatan-perbuatan-Nyalah, mata mereka terbuka. Bertemu dengan Ia yang Bangkit mengubah mereka, memberi kekuatan baru untuk iman mereka, dasar yang tak tergoyahkan. Untuk kita juga, ada banyak tanda di mana Sang Kebangkitan menyatakan diri-Nya: Kitab Suci, Ekaristi, Sakramen lainnya, amal, tindakan-tindakan cinta ini membawa sinar dari Ia yang Bangkit. Biarlah kita diterangkan oleh Kebangkitan Kristus dan diubah oleh kuasa-Nya sehingga, melalui kita juga, tanda-tanda kematian memberikan jalan bagi tanda-tanda kehidupan di dunia. “
Pada akhir acara, melihat ada banyak orang-orang muda di lapangan, Paus menyapa mereka: “Bawalah kepastian ini ke semua orang, Tuhan hidup dan berjalan di samping kita dalam kehidupan kita. Ini adalah misi kalian. Bawalah harapan ini bersama kalian. Tertambatlah ke harapan ini, tambatan ini adalah surga. Berpeganglah erat pada tali kehidupan. Tertambatlah dan bawalah harapan ini. Kalian, saksi – saksi Yesus, membawa kesaksian bahwa Yesus hidup dan hal ini akan memberi kita harapan, hal ini akan membawa harapan bagi dunia ini yang menjadi usang karena perang, kejahatan, dan dosa. Kaum muda, majulah! (Diterjemahkan oleh: NT)
Paus Fransiskus
3 April 2013
Catatan : Setiap hari Rabu, bila Paus ada di Vatikan maka beliau akan memberikan pengajaran iman (katekese) dalam audiensi yang terbuka untuk umum.

Paus Fransiskus : Belajarlah dari para Rasul!


Homili Bapa Suci Fransiskus dalam Doa Regina Caeli (Ratu Surga) pada tanggal 14 April 2013
Saudara-saudari sekalian, selamat pagi!
Saya ingin merefleksikan secara singkat perikop dari Kisah Para Rasul yang dibacakan dalam Liturgi hari Minggu Paskah ke-3. Teks ini mengatakan bahwa kotbah pertama para Rasul di Yerusalem mengisi kota dengan berita bahwa Yesus benar-benar bangkit sesuai dengan Kitab Suci dan adalah Mesias yang diramalkan oleh para nabi. Imam-imam kepala dan tua-tua kota itu berusaha untuk menghancurkan komunitas pengikut Kristus yang  baru lahir ini dan menjebloskan para Rasul ke penjara, memerintahkan mereka untuk berhenti mengajar dalam nama-Nya. Tetapi Petrus dan sebelas Rasul lainnya menjawab: “Kita harus lebih taat kepada Allah daripada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus … meninggikan Dia di sebelah kanan-Nya sebagai Pemimpin dan Juru selamat … Dan kami adalah saksi dari peristiwa-peristiwa itu, dan begitu pula Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada mereka yang mentaati Dia” (bdk. Ki 5:29-32). Oleh karena itu mereka mencambuk para Rasul dan sekali lagi memerintahkan mereka untuk berhenti berbicara dalam nama Yesus. Dan mereka pergi, seperti yang tersurat dalam Kitab Suci, “bergembira, karena mereka telah dianggap layak menerima penghinaan demi nama Yesus” (ay. 41).
Saya bertanya pada diri sendiri: dari mana para murid-murid pertama menemukan kekuatan untuk memberikan kesaksian ini? Dan itu tidak semua: apakah sumber sukacita dan keberanian mereka untuk berkotbah kendati adanya halangan dan kekerasan? Jangan kita lupa bahwa para Rasul adalah orang-orang sederhana, mereka bukan ahli Taurat maupun ahli hukum, dan mereka juga bukan dari kelas imam. Dengan keterbatasan mereka dan dengan pihak yang berkuasa menentang mereka, bagaimana mereka berhasil mengisi Yerusalem dengan ajaran mereka (lih. Kis 5:28)?
Hal ini jelas bahwa hanya kehadiran dari Tuhan yang Bangkit bersama mereka dan kerja Roh Kudus yang dapat menjelaskan fakta ini. Tuhan yang bersama mereka dan Roh yang mendorong mereka untuk berkotbah menjelaskan fakta yang luar biasa ini. Iman mereka didasarkan pada pengalaman pribadi yang kuat akan Kristus yang wafat dan bangkit, maka mereka tidak takut akan apapun dan siapapun, dan bahkan menganggap penganiayaan sebagai kehormatan yang memungkinkan mereka untuk mengikuti jejak Yesus dan menjadi seperti Dia, memberikan kesaksian dengan hidup mereka.
Sejarah ini mengenai komunitas Kristen pertama memberitahu kita sesuatu yang sangat penting yang berlaku untuk Gereja di segala zaman dan juga untuk kita. Ketika seseorang benar-benar mengenal Yesus Kristus dan percaya kepada-Nya, orang tersebut mengalami kehadiran-Nya dalam hidup serta kekuatan kebangkitan-Nya dan tidak bisa tidak mengkomunikasikan pengalaman ini. Dan jika orang ini mengalamami kesalahpahaman atau kesulitan, ia akan berperilaku seperti Yesus dalam penderitaan-Nya: ia akan menjawab dengan cinta dan dengan kekuatan kebenaran.
Saat kita mendoakan doa Ratu Surga bersama, mari kita meminta bantuan Maria yang Tersuci sehingga Gereja di seluruh dunia dapat menyerukan Kebangkitan Tuhan dengan jujur dan berani dan memberikan kesaksian yang dapat dipercaya dengan tanda-tanda kasih persaudaraan. Kasih persaudaraan adalah kesaksian terjelas yang dapat kita berikan bahwa Yesus hidup dengan kita, bahwa Yesus telah bangkit.
Mari kita berdoa secara khusus bagi orang Kristen yang mengalami penganiayaan, di zaman kita ada begitu banyak orang Kristen yang dianiaya – begitu banyak orang, di begitu banyak negara: marilah kita berdoa untuk mereka, dengan cinta, dari hati kita . Semoga mereka merasakan kehadiran Tuhan yang Bangkit, yang hidup dan menghibur.
Setelah doa Regina Caeli (Ratu Surga) :
Pastor Luca Passi dibeatifikasi kemarin di Venesia. Dia adalah seorang imam dari Bergamo yang hidup di abad ke-19 dan merupakan Pendiri Lembaga Awam St Dorothy dan Lembaga Biarawati Pengajar St Dorothy”. Mari kita bersyukur kepada Allah atas kesaksian yang diberikan oleh Beato ini!
Hari ini hari Universitas Katolik Hati Kudus sedang dirayakan di Italia dengan tema: “Generasi Baru yang Melampaui Krisis”. Kampus ini, yang dibentuk dari dalam pikiran dan hati Pastor Agostino Gemelli dan dengan dukungan rakyat yang besar, telah mendidik ribuan orang muda menjadi warga negara yang kompeten dan bertanggung jawab, pembangun kebaikan bersama. Saya meminta Anda untuk selalu mendukung kampus ini sehingga ia dapat terus menyediakan pendidikan yang mumpuni bagi para generasi baru untuk menghadapi tantangan saat ini.
Aku menyapa dengan kasih sayang semua peziarah yang datang ke sini dari manca negara! Para keluarga, kelompok paroki, kerasulan awam dan orang-orang muda. Secara khusus, saya menyambut peziarah dari Keuskupan Siena-Colle di Val d’Elsa-Montalcino dengan Uskup Agung Buoncristiani. Saya juga menyampaikan perhatian khusus untuk anak laki-laki dan perempuan yang sedang mempersiapkan diri untuk menerima sakramen Krisma.
Selamat berhari Minggu dan makan siang!
Paus Fransiskus,
Lapangan St Petrus, 14 April 2013.

Diterjemahkan dari : www.vatican.va
NT
Source : katolisitas.org

Paus Fransiskus : Pewartaan, Kesaksian, dan Penyembahan


Saudara-saudari yang terkasih!
Merayakan Misa bersama kalian dalam Basilika ini merupakan sebuah sukacita bagi saya. Saya menyapa Imam Agung (red-Basilika Santo Paulus), Kardinal James Harvey, dan saya berterima kasih kepadanya atas kata-kata yang telah ditujukan kepada saya. Seiring dengannya, saya menyambut dan mengucapkan terima kasih kepada berbagai institusi yang membentuk bagian dari Basilika ini, dan juga kalian semua. Kita berada di makam Santo Paulus, seorang Rasul Tuhan yang hebat namun rendah hati, yang mewartakan Dia dengan kata – kata, menjadi saksi Dia oleh kemartirannya dan menyembah Dia dengan segenap hatinya. Ini adalah tiga pokok utama yang ingin saya refleksikan dalam terang firman Allah yang telah kita dengar: pewartaan, kesaksian, penyembahan.
1. Dalam Bacaan Pertama, apa yang mengesankan kita adalah kekuatan Petrus dan para Rasul lainnya. Dalam menanggapi perintah untuk diam, untuk tidak lagi mengajar dalam nama Yesus, untuk tidak lagi memberitakan pesan-Nya, mereka merespons dengan jelas: “Kita harus mentaati Tuhan, bukan manusia”. Dan mereka tetap tidak terpengaruh bahkan ketika dicambuk, dianiaya dan dipenjarakan. Petrus dan Rasul menyatakan dengan berani, tanpa rasa takut, apa yang mereka terima: [yaitu] Injil Yesus. Dan [bagaimana dengan] kita? Apakah kita mampu membawa firman Allah ke dalam lingkungan di mana kita hidup? Apakah kita tahu bagaimana berbicara tentang Kristus, tentang apa makna untuk kita, dalam keluarga kita, di antara orang-orang yang menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari? Iman lahir dari pendengaran, dan diperkuat oleh pewartaan.
2. Tapi mari kita mengambil langkah lebih lanjut: pewartaan yang disampaikan oleh Petrus dan para Rasul tidak hanya terdiri dari kata-kata: kesetiaan kepada Kristus mempengaruhi keseluruhan hidup mereka yang diubah, diberikan arah baru, dan melalui hidup merekalah, mereka menjadi saksi iman dan pewarta Kristus. Dalam Injil hari ini, Yesus bertanya kepada Petrus tiga kali untuk memberi makan domba-domba-Nya, memberi makan dengan cinta-Nya, dan Dia bernubuat kepadanya: “Ketika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” (Yoh 21:18). Kata-kata ini ditujukan pertama dan terpenting bagi kita yang sebagai pastor/imam: kita tidak bisa memberi makan kawanan domba Allah kecuali kita membiarkan diri kita dibawa oleh kehendak Allah bahkan ke tempat yang tidak kita kehendaki sekali pun, kecuali kita siap untuk menjadi saksi Kristus dengan pemberian diri kita sendiri, tanpa syarat, tanpa perhitungan, kadang-kadang bahkan dengan mengorbankan hidup kita. Tapi ini juga berlaku untuk semua orang: kita semua harus mewartakan dan menjadi saksi Injil. Kita semua harus bertanya pada diri sendiri: Bagaimana saya bersaksi tentang Kristus melalui iman saya? Apakah saya memiliki keberanian Petrus dan para Rasul lainnya, untuk berpikir, untuk memilih dan untuk hidup sebagai orang Kristen, taat kepada Allah? Yang pasti, kesaksian iman datang dalam sangat banyak bentuk, seperti pada lukisan besar, ada berbagai warna dan nuansa, namun mereka semua penting, bahkan mereka yang tidak menonjol. Dalam rencana Allah yang besar, setiap detail itu penting, bahkan kalian, bahkan saksi kecil saya yang sederhana, bahkan saksi tersembunyi mereka yang hidup beriman dengan kesederhanaan dalam hubungan keluarga sehari-hari, hubungan kerja, persahabatan. Ada orang-orang kudus setiap hari, orang-orang kudus “tersembunyi”, semacam “kekudusan kelas menengah “, sebagaimana seorang penulis Perancis mengatakan, bahwa ” kekudusan kelas menengah” yang di mana kita semua bisa masuk. Tapi di berbagai belahan dunia, ada juga orang yang menderita, seperti Petrus dan para Rasul; karena Injil, ada orang-orang yang memberikan hidup mereka untuk tetap setia kepada Kristus dengan cara menjadi saksi yang ditandai dengan penumpahan darah mereka. Marilah kita semua ingat ini: seseorang tidak bisa memberitakan Injil Yesus tanpa kesaksian nyata dari kehidupan orang tersebut. Mereka yang mendengarkan kita dan mengamati kita harus mampu melihat dalam tindakan kita apa yang mereka dengar dari bibir kita, dan kemudian memuliakan Allah! Saya terpikir sekarang akan beberapa saran yang Santo Fransiskus dari Assisi berikan kepada saudara-saudaranya: beritakanlah Injil dan, jika perlu, gunakan kata-kata. Berkhotbahlah dengan kehidupan kalian, dengan kesaksian kalian. Inkonsistensi pada bagian dari imam dan umat beriman antara apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan, antara kata dan cara hidup, telah merusak kredibilitas Gereja.
3. Tapi semua ini hanya mungkin bilamana kita mengenal Yesus Kristus, sebab Dialah yang telah memanggil kita, Dia yang telah mengundang kita untuk mengikuti jalan-Nya, Dia yang telah memilih kita. Pewartaan dan kesaksian hanyalah mungkin jika kita dekat dengan Dia, sama seperti Petrus, Yohanes dan murid-murid lainnya dalam Injil hari ini yang berkumpul di sekitar Yesus yang bangkit, ada keakraban dengan-Nya setiap hari: mereka tahu betul siapa Dia, mereka mengenali-Nya. Penginjil menekankan sebuah fakta bahwa “tidak ada yang berani bertanya: ‘Siapakah Engkau?’ – Sebab mereka tahu bahwa Ia adalah Tuhan” (Yoh 21:12). Dan ini penting bagi kita: hubungan intens yang hidup dengan Yesus, keintiman dialog dan kehidupan, sedemikian rupa untuk mengakui Dia sebagai “Tuhan”. Sembahlah Dia! Bagian yang kita dengar dari Kitab Wahyu berbicara kepada kita tentang penyembahan: berjuta malaikat, semua makhluk, makhluk hidup, para tetua, sujud di hadapan Takhta Allah dan Anak Domba yang disembelih itu, yaitu Kristus, bagi-Nyalah pujian, hormat dan kemuliaan (bdk. Why 5:11-14). Saya ingin kita semua bertanya pada diri kita sendiri dengan pertanyaan ini: Kalian, saya, apakah kita menyembah Tuhan? Apakah kita berbalik kepada Allah hanya untuk meminta sesuatu, untuk berterima kasih pada-Nya, atau kita juga beralih ke Dia untuk menyembah-Nya? Apa maksud dari menyembah Tuhan? Maksudnya ialah belajar untuk bisa bersama-Nya; Hal ini berarti bahwa kita berhenti mencoba untuk berdialog dengan Dia, dan itu berarti merasakan bahwa kehadiran-Nya adalah yang paling benar, yang paling baik, yang paling penting dari semuanya. Semua dari kita, dalam kehidupan kita sendiri, secara sadar dan mungkin kadang-kadang tidak sadar, memiliki urutan prioritas yang sangat jelas menyangkut hal-hal yang kita anggap penting. Menyembah Tuhan berarti memberi-Nya tempat yang Dia harus miliki; menyembah Tuhan berarti menyatakan, percaya – tidak hanya dengan kata-kata kita – bahwa Dia sendiri benar-benar panduan hidup kita, menyembah Tuhan berarti bahwa kita yakin di hadapan-Nya bahwa Dia adalah satu-satunya Allah, Allah hidup kita, Allah sejarah kita.
Hal ini memiliki konsekuensi dalam hidup kita: kita harus mengosongkan diri dari banyaknya ‘tuhan-tuhan’ kecil atau besar yang kita miliki, yang di mana di dalamnya kita berlindung, yang di mana padanya kita sering berupaya untuk mendasarkan keamanan kita. Mereka adalah berhala yang terkadang tetap kita sembunyikan, yang dapat berupa ambisi, karir, rasa untuk sukses, menempatkan diri di pusat perhatian, kecenderungan untuk mendominasi orang lain, klaim menjadi satu-satunya tuan dari kehidupan kita, beberapa dosa yang kita terikat, dan banyak lainnya. Malam ini saya ingin menggemakan sebuah pertanyaan di setiap hati kalian masing-masing, dan saya ingin kalian untuk menjawabnya dengan jujur: Apakah saya telah menilik berhala apa yang bersembunyi di dalam hidup saya, yang mencegah saya untuk menyembah Tuhan? Menyembah berarti melucuti diri kita sendiri dari berhala kita, bahkan yang paling tersembunyi sekalipun, dengan memilih Tuhan sebagai pusat, sebagai jalan utama dari kehidupan kita.
Saudara-saudari yang terkasih, tiap hari Tuhan memanggil kita untuk mengikuti Dia dengan keberanian dan kesetiaan; Ia telah memberikan kita karunia yang besar dengan memilih kita sebagai murid-murid-Nya; Ia mengajak kita untuk mewartakan Dia dengan sukacita sebagai Yang Bangkit, tapi Ia meminta kita melakukannya dengan kata – kata dan melalui kesaksian hidup kita, dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan adalah satu-satunya Allah hidup kita, dan Ia mengajak kita untuk melucuti diri kita sendiri dari banyak berhala kita dan untuk menyembah-Nya saja. Untuk mewartakan, untuk bersaksi, untuk memuja. Semoga Santa Perawan Maria dan Santo Paulus membantu kita dalam perjalanan ini dan berdoa bagi kita. Amin. (AR)

Paus Fransiskus,
Basilika Santo Paulus, 14 April 2013
Diterjemahkan dari : www.vatican.va

Source : katolisitas.org

Paus Fransiskus kepada Imam: Kalian adalah Pastor, bukan Fungsionaris


Berikut terjemahan homili Paus Fransiskus pada Misa Tahbisan Imam di Vatikan pada tanggal 21 April 2013. Homili yang diberikan Bapa Suci didasarkan pada Pontificale Romanum untuk tahbisan imam, dengan satu atau dua tambahan pribadi.
Saudara – saudari yang terkasih: sebab putra – putra kita ini, yang juga kerabat dan teman kalian, sekarang akan dinaikkan ke dalam tataran Imam, renungkan baik – baik martabat dari status ini dalam Gereja yang sebentar lagi mereka miliki.
Benar bahwa Allah telah membuat seluruh umat kudus-Nya menjadi imam rajani dalam Kristus. Namun demikian, Imam Agung kita, Yesus Kristus, memilih beberapa murid untuk menjalankan secara terbuka dalam nama-Nya, dan atas nama umat manusia, jabatan imam dalam Gereja. Seperti Kristus yang dikirim oleh Bapa dan kemudian Ia mengutus Para Rasul ke dunia, supaya melalui mereka dan penerus mereka, para Uskup, Ia dapat terus menjalankan peran-Nya sebagai Guru, Imam, dan Gembala. Imam sungguh – sungguh rekan kerja para Uskup, dengan siapa mereka disatukan dalam tugas imamat dan dengan siapa mereka dipanggil untuk melayani umat Allah.
Setelah melalui doa dan pertimbangan yang matang, saudara – saudara kita ini, sekarang akan menerima tahbisan imamat dalam tingkat Imam untuk dapat melayani Kristus Sang Guru, Imam, dan Gembala, yang melalui pelayanannya tubuh-Nya, yakni Gereja, dibangun dan berkembang di dalam umat Allah, sebuah Bait Suci.
Dalam mengambil rupa Kristus sang Imam Agung yang kekal dan disatukan dengan imamat para Uskup, mereka akan dikonsekrasi sebagai imam – imam sejati Perjanjian Baru, untuk memberitakan Injil, untuk menggembala umat Allah, dan untuk merayakan Liturgi sakral, khususnya kurban Tuhan.
Sekarang, saudara – saudara dan putra – putraku terkasih, kalian akan diangkat ke tataran Imam. Untuk tugas kalian, kalian akan menjalankan tugas suci untuk mengajar dalam nama Kristus Sang Guru. Bagikan kepada siapa saja Sabda Allah yang telah kalian terima dengan sukacita. Ingatlah ibu kalian, nenek kalian, katekis kalian, yang memberikan kalian Sabda Allah, iman … hadiah iman! Mereka menyalurkan hadiah iman ini ke kalian. Dengan merenungkan hukum Tuhan, pastikan kalian percaya apa yang kalian baca, kalian ajarkan apa yang kalian percaya, dan kalian menjalankan apa yang kalian ajarkan. Ingat juga bahwa Sabda Allah bukanlah properti kalian: ini Sabda Allah dan Gerejalah pelindung Sabda Allah.
Dengan cara ini, semoga apa yang kalian ajarkan menjadi makanan bagi umat Allah. Semoga kesucian hidup kalian menjadi wewangian yang menyenangkan pengikut Kristus, sehingga melalui perkataan dan contoh hidup kalian dapat membangun rumah yang juga Gereja Allah.
Kalian juga akan menjalankan tugas pengudusan dalam diri Kristus. Karena melalui pelayanan kalian, kurban spiritual umat beriman dibuat sempurna, disatukan dengan kurban Kristus, yang akan dipersembahkan melalui tangan kalian dengan cara yang tidak berdarah – darah di altar, dalam persatuan dengan umat beriman, dalam perayaan sakramen – sakramen. Maka dari itu, pahami apa yang kalian perbuat dan tiru apa yang kalian rayakan. Sebagai pelayan dari misteri wafat dan kebangkitan Tuhan, berjuanglah untuk mematikan kedosaan apapun dalam anggota kalian dan untuk berjalan dalam hidup yang baru.
Kalian juga akan mengumpulkan orang – orang ke dalam umat Allah melalui pembaptisan, dan kalian akan mengampuni dosa – dosa dalam nama Kristus dan Gereja dalam Sakramen Tobat.  Hari ini saya meminta kalian dalam nama Kristus dan Gereja, jangan pernah lelah dalam mengampuni. Kalian akan menghibur yang sakit dan orang lanjut usia dengan minyak suci: jangan ragu untuk menunjukkan kelembutan kepada orang lanjut usia. Saat kalian merayakan ritual sakrat, saat kalian mempersembahkan doa – doa syukur dan pujian kepada Allah sepanjang hari, tidak hanya untuk umat Allah tetapi untuk dunia – ingatlah bahwa kalian dipilih dari antara manusia dan ditunjuk atas nama mereka untuk hal – hal yang sehubungan dengan Allah. Karena itu, jalankanlah pelayanan Kristus sang Imam dengan suka cita yang terus menerus dan cinta yang tulus, tidak mengurusi hal – hal yang menjadi perhatian kalian tetapi yang menjadi perhatian Yesus Kristus. Kalian adalah pastor, bukan fungsionaris. Jadilah penengah, bukan perantara.
Akhirnya, putra – putraku, menjalankan tugas kalian dalam diri Kristus, Kepala dan Gembala, dalam persatuan dengan Uskup kalian dan tunduk kepadanya, upayakan untuk membawa umat beriman sebagai satu keluarga, supaya kalian dapat memimpin mereka kepada Allah Bapa melalui Kristus dan dalam Roh Kudus. Ingat selalu dalam pikiran kalian contoh dari si Gembala Baik yang datang bukan untuk dilayani tapi untuk melayani, dan datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.
Paus Fransiskus,
Basilika Vatikan, 21 April 2013

Diterjemahkan dari : www.vatican.va

Aku datang untuk Pendosa!


Berikut adalah homili Paus Fransiskus pada Minggu Pra Paskah ke 5 di Paroki Santa Anna di Vatikan:
Ini adalah cerita yang indah. Pertama – tama  Yesus sendirian di gunung, berdoa. Dia berdoa sendirian (bdk. Yoh 8:1). Kemudian ia kembali ke Bait Allah, dan semua orang pergi kepadaNya (ay 2). Yesus berada di tengah orang-orang. Dan kemudian, pada akhirnya, mereka meninggalkan dia sendirian dengan wanita itu (ay 9). Kesendirian Yesus! Tapi itu adalah kesendirian yang berbuah: kesendirian dalam doa dengan Bapa, dan kesendirian yang indah ini merupakan pesan Gereja untuk hari ini: kesendirian  dari rahmat pengampunan-Nya terhadap wanita ini.
Dan di antara orang-orang itu kita bisa melihat berbagai sikap: ada banyak orang yang datang kepadanya, Ia duduk dan mulai mengajar mereka: orang-orang yang ingin mendengarkan kata-kata Yesus, orang-orang dengan hati yang terbuka, lapar untuk kata-kata Allah. Ada orang lain yang tidak mendengarkan apa-apa, yang tidak bisa mendengar apa-apa, dan ada orang-orang yang membawa serta wanita ini: Dengar, Guru, wanita ini telah melakukan ini dan itu … kita harus melakukan apa yang diperintahkan Musa kita lakukan terhadap wanita seperti ini (ay 4-5).
Saya pikir kita juga adalah orang-orang yang, di satu sisi ingin mendengarkan Yesus, tetapi di sisi lain, kadang-kadang, ingin mencari tongkat untuk memukul orang lain, untuk mengutuk orang lain. Dan Yesus punya pesan ini untuk kita: belas kasih. Saya pikir – dan saya katakan dengan kerendahan hati – bahwa ini adalah pesan Tuhan yang paling kuat:  belas kasih. Dia sendiri yang mengatakan: “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar”. Orang benar membenarkan diri mereka sendiri. Silakan, bahkan jika anda bisa melakukannya, aku tidak bisa! Tapi mereka percaya bahwa mereka bisa. “Aku datang untuk pendosa” (Mrk 2:17).
Pikirkan gosip setelah Matius memanggil: Ia berkumpul dengan orang-orang berdosa!  (bdk. Mrk 2:16). Dia datang untuk kita, ketika kita menyadari bahwa kita adalah orang berdosa. Tetapi jika kita seperti orang Farisi, yang di depan altar, mengatakan: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, dan terutama tidak seperti yang di pintu, seperti pemungut cukai ini (bdk. Luk 18:11-12 ), maka kita tidak tahu akan Hati Tuhan, dan kita tidak akan pernah memiliki kebahagiaan mengalami rahmat ini! Tidak mudah untuk mempercayakan diri kita kepada kemurahan Tuhan, karena itu di luar pemahaman kita. Tetapi kita harus! “Oh, Bapa, jika Anda tahu hidup saya, Anda tidak akan mengatakan itu padaku!” “Kenapa, apa yang telah kau lakukan?” “Oh, aku adalah pendosa yang besar!” “Semakin baik! Pergilah kepada Yesus: Dia suka saat anda menceritakan hal-hal ini!” Dia lupakan, Dia memiliki kapasitas yang sangat spesial untuk melupakan sesuatu. Dia lupakan, Dia mencium Anda, Dia memeluk Anda dan Dia katakan kepada Anda: “Aku pun tidak menghukum engkau, pergi, dan jangan berbuat dosa lagi” (Yoh 8:11). Itulah satu-satunya saran yang Dia berikan. Setelah satu bulan, jika kita berada dalam situasi yang sama … Mari kita kembali ke Tuhan. Tuhan tidak pernah lelah untuk memaafkan: tidak akan pernah! Kitalah yang lelah untuk meminta pengampunan-Nya. Mari kita meminta anugerah agar tidak lelah untuk meminta pengampunan, karena dia tidak pernah lelah untuk mengampuni. Mari kita meminta anugerah ini.
***
Setelah Misa dan salam dari imam paroki dan Kardinal Angelo Comastri, Paus mengakhiri dengan kata-kata:

Ada beberapa di sini yang bukan umat dari paroki ini, termasuk beberapa dari Argentina – salah satunya adalah Uskup pembantu saya – tetapi sekarang mereka adalah umat paroki ini. Saya ingin memperkenalkan kepada Anda seorang imam yang datang dari jauh, seorang imam yang bekerja dengan anak-anak dan dengan pecandu narkoba di jalanan. Dia membuka sekolah bagi mereka, ia telah melakukan banyak hal agar Yesus dikenal, dan semua anak laki-laki dan perempuan dari jalanan itu, saat ini bekerja dengan bidang yang telah mereka pelajari, mereka memiliki kemampuan untuk bekerja, mereka percaya dan mereka mengasihi Yesus . Saya meminta anda Gonzalo, datanglah dan sapalah umat di sini: doakanlah dia. Dia bekerja di Uruguay, sebagai pendiri Jubilar Juan Pablo II. Ini adalah karyanya. Aku tidak tahu bagaimana caranya dia datang ke sini, tapi saya akan mencari tahu! Terima kasih. Doakanlah dia.
(YT)
Paus Fransiskus,
Paroki Santa Anna, Vatikan, 17 Maret 2013
Diterjemahkan dari : www.vatican.va